

Former colonialization worsened the culture of patriarchy in treating unfairly women in such condition. Women who suffer from intimate organ issues, such as discharge of blood, are often stigmatized and prejudiced. Tindakan tersebut membuka ruang bagi setiap orang, baik para pelaku penindasan maupun korban-korban yang tertindas, untuk memperoleh pemulihan dan merayakan kehidupan bersama. Perilaku keberpihakan Yesus terhadap kaum minoritas mengundang para pembaca untuk turut melibatkan diri sebagai perwakilan suara-suara kaum tertindas yang terbungkam. Hermeneutik subaltern dipakai untuk membaca teks tersebut guna mengajak para pembaca untuk meneladani semangat Yesus dalam memerangi bentuk-bentuk penindasan. Menggunakan teori hermeneutik subaltern dari Spivak, artikel ini membaca teks Lukas 21:1–4 dari sudut pandang kaum minoritas. Narasi-narasi Alkitab menyatakan betapa kaum miskin sering kali terabaikan dan terbungkam sehingga suaranya tidak dapat didengar bahkan eksistensinya luput dari perhatian masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk menawarkan sebuah pendekatan hermeneutik yang ramah terhadap kelompok-kelompok marginal sehingga dapat dihidupi dan dipakai untuk menyikapi persoalan-persoalan kemanusiaan khususnya berkaitan dengan isu kemiskinan. The goal is that both the oppressors and the oppressed are healed to celebrate life together. Jesus’ empathy toward the minority calls contemporary readers to represent the voices of the silenced and the oppressed.

Subaltern hermeneutics invites readers to embrace the spirit of Jesus in fighting against oppression. Using Spivak’s subaltern theory of hermeneutics, this article reads Luke 21:1–4 from the perspective of the minority. Biblical narratives pay much attention to the poor who are so ignored and silenced that their existence in public life is denied. This article aims to offer a hospitable hermeneutic to marginal groups by addressing humanitarian topics especially in relation to poverty issues. Temuan kajian ini menegaskan pandangan Lee.

Melalui teks ini Paulus menyatakan bahwa orang yang disebut sebagai “orang-orang yang tidak memiliki Taurat” (kafir) sekalipun ternyata memiliki Taurat yang tertulis dalam hatinya, dan mereka bahkan mampu melakukannya.

Interpretasi sosio-retorik akan digunakan untuk menafsir teks ini. Melalui tulisan ini saya mengusulkan Roma 2:12–16 sebagai alternatif alasan. Namun, alasan yang bersumber dari teks Alkitab jarang diusulkan. Alasannya adalah karena Allah merupakan Allah atas sejarah, maka Ia juga telah dan terus berkarya dalam seluruh peradaban manusia, termasuk dalam kebudayaan-kepercayaan yang kerap dinilai kafir. Bagi dia, dalil ini juga berlaku bila konteksnya adalah kebudayaan-kepercayaan di luar kekristenan. Lee, ketika mengembangkan hermeneutika lintas-tekstual, menyatakan bahwa dengan memper-timbangkan konteks bahkan dapat memperkaya pemahaman terhadap teks Alkitab. Mempertimbangkan konteks dalam berhermeneutika dan selanjutnya berteologi kian menarik. The finding of this study confirms Lee’s argument. In this text Paul states that those who are referred to as “those who do not have the Law” (gentiles) actually have the Torah written in their hearts and materialize it in deeds. This article proposes Romans 2:12–16 as an alternative reasoning, using socio-rhetorical interpretation method. However, reasoning derived from biblical texts is rarely proposed. The reason is because God is the God of history, so that God is and continues to work in all human civilizations, including in cultural-beliefs that are often considered pagans. For him, this proposition also applies if the context is a cultural-belief outside Christianity. Lee, when developing cross-textual hermeneutics, stated that the knowledge about context could enrich the understanding of the biblical text. Taking account of contexts in hermeneutics and further theological works is interesting.
